Jan 31, 2014

Makalah - HUKUM MENYEMIR RAMBUT


HUKUM MENYEMIR RAMBUT

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Pendahuluan
Islam sangat memperhatikan dan menganjurkan adanya identitas umat Islam yang berbeda dengan identitas umat lainnya, yang tampak dalam kepribadiannya yang lahiriah sebagai akibat dari adanya perbedaan ajaran Islam dengan ajaran lainnya. Karena itu, penghayatan akidah Islam, pelaksanaan ibadah, mu’amalah, dan akhlak serta tradisi yang ada dalam Islam tidak boleh sama dengan umat lainnya. Dalam berpenampilan sekalipun, Islam sangat menganjurkan agar umat Islam berpenampilan yang tidak menyerupai umat lainnya. Misalnya makan, minum, pakaian dan gaya hidup. Untuk itu, Nabi menganjurkan kepada para sahabatnya agar berpenampilan beda, tidak menyerupai orang kafir. Contoh dari anjuran Nabi:
1.    Menyemir rambut kepala dan dagu jika telah beruban, dengan sabdanya: Sesungguhnya orang Yahudi dan Kristen tidak mengecat rambutnya. Maka berbedalah kamu dengan mereka (dengan mengecat rambutmu). (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
2.    Memelihara jenggot dan mencukur kumis, dengan sabdanya: ”Cukurlah kumismu dan peliharalah jenggotmu. (HR. Ahmad bin Hambal dari Abu Hurairah).
Dengan demikian, dalam makalah ini kami akan memaparkan hukum menyemir atau mengecat rambut baik bagi laki-laki maupun perempuan dalam perspektif hukum Islam.

B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu, bagaimana hukum menyemir / mewarnai rambut bagi pria dan wanita dalam Islam?




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Menyemir Rambut dan Alasannya
1.         Pengertian Menyemir Rambut
Menyemir rambut yang dimaksud adalah menyemir dengan warna selain hitam. Karena menyemir dengan warna hitam, ada hukumnya tersendiri. Sebagian besar ulama membolehkan, namun ada yang menganggapnya makruh bahkan mengharamkan. Menurut Mahmud Syalthut, Islam tidak mengharuskan juga tidak melarang orang Islam menyemir rambutnya, juga tidak menentukan warna semir rambut. Islam memberi kebebasan kepada umatnya sesuai situasi dan kondisi.[1]
2.         Alasan Seseorang Menyemir Rambut
Hasil survei usage dan attitude yang dilakukan oleh Research International terhadap wanita dan pria Indonesia pada tahun 2008, baru sebanyak 16 persen  wanita dan  14 persen  pria Indonesia menggunakan pewarna rambut. Alasan mayoritas mereka mewarnai rambut yaitu untuk menutupi uban karena mereka merasa khawatir sampai sangat khawatir kehadiran uban dapat mengganggu penampilan, dan ada pula yang beralasan untuk mendapatkan rambut yang lebih berkilau.
"Bagi yang belum mewarnai rambut, alasan terbesar mereka adalah khawatir rambut menjadi rusak, warnanya tidak sesuai yang diharapkan, dan proses pewarnaan yang tidak praktis," ungkap William Lumentut, Head of Marketing-Garnier Indonesia saat peluncuran produk  Garnier Color Naturals di Jakarta.

B.       Hukum Menyemir / Mewarnai Rambut
Sehubungan dengan masalah ini ada satu riwayat yang menerangkan, bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak memperkenankan menyemir rambut dan merombaknya, dengan suatu anggapan bahwa berhias dan mempercantik diri itu dapat menghilangkan arti beribadah dan beragama, seperti yang dikerjakan oleh para rahib dan ahli-ahli Zuhud itu. Namun Rasulullah s.a.w. melarang taqlid pada suatu kaum dan mengikuti jejak mereka, agar selamanya kepribadian umat Islam itu berbeda, lahir dan batin. Untuk itulah maka dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w. mengatakan:
"Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mau menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka." (Riwayat Bukhari)
Perintah di sini mengandung arti sunnat, sebagaimana biasa dikerjakan oleh para sahabat, misalnya Abu Bakar dan Umar. Sedang yang lain tidak melakukannya, seperti Ali, Ubai bin Ka’ab dan Anas.
Tetapi warna apakah semir yang dibolehkan itu? Dengan warna hitam dan yang lainkah atau harus menjauhi warna hitam? Namun yang jelas, bagi orang yang sudah tua, ubannya sudah merata baik di kepalanya ataupun jenggotnya, tidak layak menyemir dengan warna hitam. Oleh karena itu tatkala Abubakar membawa ayahnya Abu Quhafah ke hadapan Nabi pada hari penaklukan Makkah, sedang Nabi melihat rambutnya bagaikan pohon tsaghamah yang serba putih buahnya maupun bunganya. Untuk itu, maka bersabdalah Nabi: "Ubahlah ini (uban) tetapi jauhilah warna hitam." (Riwayat Muslim)
Yang membolehkan menyemir dengan warna hitam ini ialah segolongan dari ulama salaf termasuk para sahabat, seperti: Saad bin Abu Waqqash, Uqbah bin Amir, Hasan, Husen, Jarir dan lain-lain. Sedang dari kalangan para ulama ada yang berpendapat tidak boleh warna hitam kecuali dalam keadaan perang supaya dapat menakutkan musuh, kalau mereka melihat tentara-tentara Islam semuanya masih nampak muda.
Dan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar mengatakan: "Sebaik-baik bahan yang dipakai untuk menyemir uban ialah pohon inai dan katam." (Riwayat Tarmizi dan Ashabussunan)
Inai berwarna merah, sedang katam sebuah pohon yang tumbuh di zaman Rasulullah s.a.w. yang mengeluarkan zat berwarna hitam kemerah-merahan. Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Abu bakar menyemir rambutnya dengan inai dan katam, sedang Umar hanya dengan inai saja.[2]
Namun demikian, untuk tujuan tertentu dibolehkan untuk mengecat rambut putih dengan warna hitam, meski para ulama berbeda pendapat dalam rinciannya:
1.         Ulama Hanabilah, Malikiyah dan Hanafiyah
Mereka menyatakan bahwasanya mengecat dengan warna hitam dimakruhkan kecuali bagi orang yang akan pergi berperang. Hal itu lantaran ada ijma’ yang menyatakan kebolehannya.
Maksudnya boleh karena mau pergi berperang adalah untuk memperdaya musuh, seolah-olah tentara Islam itu masih muda-muda, lantaran rambutnya masih berwarna hitam. Padahal mungkin saja ada yang sudah mulai beruban dan rambutnya berwarna putih.
Dan ‘illat yang paling utama dari haramnya menghitamkan rambut memang pada masalah memperdaya orang lain. Seolah-olah masih muda padahal sudah ubanan. Namun khusus dalam perang melawan orang kafir, dibolehkan berbohong dan memperdaya lawan.
2.         Abu Yusuf dari Ulama Hanafiyah
Beliau berpendapat bahwasanya mengecat rambut dengan warna hitam dibolehkan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
Sesungguhnya sebaik-baiknya warna untuk mengecat rambut adalah warna hitam ini, karena akan lebih menarik untuk istri-istri kalian dan lebih berwibawa di hadapan musuh-musuh kalian.
Rupanya kebolehan mengecat uban dengan warna hitam, selain dibolehkan untuk mengecoh lawan, juga boleh untuk urusan kebahagiaan suami istri. Dan Islam memang sangat menganjurkan agar seseorang berpenampilan paling baik di hadapan pasangannya. Termasuk mengecat uban menjadi hitam biar kelihatan awet muda.

3.         Ulama Madzhab As-syafi’i
Mereka umumnya berpendapat bahwa mengecat rambut dengan warna hitam diharamkan, kecuali bagi orang-orang yang akan berperang. Ini berbeda dengan pendapat yang nomor satu di atas, di mana mereka tidak sampai mengharamkan, tetapi hanya sampai memakruhkan saja. Namun ulama Asy-Syafi’iyah memang berfatwa sampai mengharamkan. Pendapat mereka ini didasarkan kepada sabda Rasulullah SAW:
Akan ada pada akhir zaman orang-orang yang akan mengecat rambut mereka dengan warna hitam, mereka tidak akan mencium bau surga.
Semua pendapat di atas hanyalah dalam konteks orang yang sudah tua dan ubanan serta memutih rambutnya tapi berkeinginan untuk mengecat rambutnya dengan warna hitam. Adapun mengecat rambut dengan warna selain hitam, tidak ada larangannya.[3]





BAB III
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pemaparan makalah di atas maka dapat kami simpulkan bahwa hukum menyemir rambut dengan warna hitam adalah dilarang. Meskipun demikian, apabila menyemir rambut dengan warna hitam dalam suatu peperangan untuk mengelabuhi lawan agar kelihatan masih muda meskipun sudah beruban itu diperbolehkan. Sedangkan menyemir dengan warna selain hitam itu diperbolehkan tidak ada larangannya. Demikian pemaparan makalah ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin


[1] http://www.sugengprabowo.com/menyemir-rambut-dan-memelihara-jenggot, 
[2] Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, terj. H. Mua’amal Hamidy, (Bangil: PT. Bina Ilmu, 1993), hal. 96-97
[3] http://myislamagamaku.blogspot.com/2012/04/menyemir-rambut-dalam-perspektif-hukum.html,