ETIKA
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap manusia yang sehat secara rohani pasti memiliki sikap moral
dalam menghadapi keadaan-keadaan yang menyertai perjalanan hidupnya. Sikap
moral ini ada yang hadir begitu saja tanpa harus disertai pergulatan atas pilihan-pilihan
dilematis, namun ada pula sikap moral yang perlu direnungkan secara mendalam
sebelum ditetapkan menjadi keputusan. Sikap moral itulah yang pada umumnya
dijadikan pedoman bagi manusia ketika mengambil suatu tindakan. Renungan
terhadap moralitas tersebut merupakan pekerjaan etika.
Dengan demikian, setiap manusia siapapun dan apanpun profesinya
membutuhkan perenungan-perenungan atas moralitas yang terkait dengan
profesinya. Dalam konteks inilah lalu timbul suatu cabang etika yang disebut
etika profesi. Maka sebelum kita menginjak jauh tentang seperti apa itu etika
profesi hukum, maka kita harus mengetahui / mempelajari terlebih dahulu
dasar-dasar dari rangkaian tentang etika profesi hukum tersebut. Denagn rumusan
masalah sebagai berikut:
B.
Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang dikembangkan penulis dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
Apa Pengertian Etika?
2.
Apa Obyek Kajian Etika?
3.
Apa Manfaat Mempelajari Etika?
4.
Bagaimana Hubungan Etika dengan Filsafat?
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Etika
Etika berasal daribahasa Yunani ethos jamaknya (ta etha),
yang berarti kebiasaan. Selain etika, juga dikenal kata “moral” atau “moralitas”
yang berasal dari bahasa latin, yaitu mos (jamakny mores), yang artinya
juga kebiasaan.[1]
Dengan mengikuti penjelasan dari kamus besar bahasa indonesia, K.
Bertens menyatakan, etika dapat dibedakan dalam tiga arti. Pertama
etika dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseoarang atau suatu kelompok dalam mengatur perilakunya. Contohnya etika suku
Indian, etika agam Budha, dan etika Protestan. Kedua etika dalam arti
kumpulan asas atau nilai moral. Contohnya adalah kode etik suatu profesi. Ketiga
etika sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Apa yang disebutkan
terakhir ini sama artinya dengan etika sebagai cabang filsafat.
Pengertian etika yang pertama dan kedua dalam penjelasan K. Bertens
sebenarnya mengacu pada pengertian etika yang sama, yaitu etika sebagai sistem
nilai. Jika kita berbicara tentang etika
profesi hukum, berarti kita juga bicara tentang sistem nilai yang menjadi
pegangan suatu kelompok profesi, mengenai apa yang baik dan yang buruk menurut
nilai-nilai profesi itu. Biasanya nilai-nilai itu dirumuskan dalam suatu norma
tertulis, yang kemudian disebut kode etik. Jadi, kiranya cukup jelas
apabila etika diartikan dalam dua hal, yaitu: etika sebagai sistem nilai dan
etika sebagai ilmu, atau lebih tegas lagi sebagai cabang filsafat.
Etika dapat dimengerti sebagai refleksi kritis tentang bagaimana
manusia
harus hidup dan bertindak dalam situasi
konkret, situasi khusus tertentu. Etika adalah filsafat moral, atau ilmu yang
membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral,
tentang bagaimana harus bertindak dan situasi konkret (A. Sonny Keraf, 2002:
4-5).[2]
2.
Obyek Kajian Etika
Telah diuraikan, bahwa bahan kajian etika adalah moralitas manusia.
Sebelumnya telah disinggung pula, bahwa satuan dari moralitas itu adalah moral.
Moral sendiri merupakan salah satu norma sosial (social norms), atau
meminjam istilah Hens Kelsen, moral adalah regulation of internal behavior. Jika moral merupakan suatu norma, maka dapat dipastikan moral
mengandung nilai-nilai karena norma adalah konkretisasi dari nilai.[3]
Setiap tingkah laku atau perbuatan manusia yang pasti berkaitan
dengan norma atau nilai etis yang berlaku di masyarakat, sehingga dapat
dikatakan bahwasannya tingkah laku manusia itu, baik yang dapat diamati secara
langsung maupun tidak, dapat dijadikan sebagai bahan tinjauan, tempat penilaian
terhadap norma yang berlaku di masyarakat. Perbuatan menjadi obyek ketika etika
mencoba atau menerapkan teori nilai.
Perpaduan antara nilai dengan perbuatan sebagai pelaksanaannya
menghasilkan sesuatu yang disebut moral atau kesusilaan. Perbuatan yang dapat
dihubungkan dengan nilai etis adalah:
1)
Perbuatan oleh diri sendiri baik dalam keadaan sadar maupun tidak.
2)
Perbuatan oleh pengaruh orang lain bisa berupa saran, anjuran,
nasehat, tekanan, paksaan, peringatan, ataupun ancaman.
Menurut pendapat Dr. Achmad Amin yang mengemukakan bahwa perbuatan
yang dimaksud sebagai obyek etika ialah perbuatan sadar baik oleh diri sendiri
atau pengaruh orang lain yang dilandasi oleh kehendak bebas dan disertai niat
dalam batin.[4]
3.
Manfaat Mempelajari Etika
Setiap subjek hukum wajib tunduk pada hukum. Apabila yang
bersangkutan dinyatakan telah melanggar hukum, maka seluruh proses hukum harus
dilakukan di bawah yurisdiksi sistem hukum yang berlaku. Dengan demikian,
konsekuensi etis dari ketiadaan pilihan bagi para pesakitan hukum tersebut
adalah suatu tuntutan ketaatan etika profesi yang sangat tinggi bagi para
penyandang profesi hukum. Intensitas ketaatan
ini bahkan lebih tinggi daripada profesi manapun di dunia ini, termasuk jika
dibandingkan dengan profesi dokter yang sama tua usianya dengan profesi hukum.
Penyandang profesi hukum yang berani melanggar etika profesinya tidak saja
melukai rasa keadilan individu dan masyarakat, melainkan juga mencederai sistem
hukum negaranya secara keseluruhan.
Berangkat dari latar belakang tersebut, etika profesi hukum menjadi
sangat penting untuk dipelajari, terlepas bahwa di luar etika profesi pun sudah
tersedia ajaran-ajaran moral (contoh ajaran agama) yang juga mengajarkan
kebaikan. Kehadiran etika, termasuk etika profesi tetap diperlukan karena
beberapa alasan berikut:
a.
Kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam
bidang moral, sehingga kita bingung harus mengukuti moralitas yang mana.
b.
Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan
nilai masyarakat yang akibatnya menantang pandangan-pandangan moral tradisional.
c.
Adanya berbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun
hidup, yang masing-masing dengan ajarannya sendiri mengajarkan bagaimana
mmanusia harus hidup.
d.
Etika juga diperlukan oleh kaum agama yang di satu pihak diperlukan
untuk menemukan dasar kemantapan dalam iman kepercayaan mereka, di lain pihak
mau berpartisipasi tanpa takut-takut dan
dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang
berubah itu.
Catatan nomor terakhir yang disampaikan oleh Magnis-Suseno dari
uraian tersebut memberi penekanan bahwa kendati ajaran moral dalam agama sudah eksis, namun etika dan etika profesi
tetap memegang paranan yang tidak kalah pentingnya. Hal ini terjadi karena
agama sendiri memerlukan ketrampilan beretika agar dapat memberikan orientasi
dan bukan sekedar indoktrinasi. Empat hal yang melatar belakangi etika dalam
beragama adalah sebagai berikut:
a.
Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dari moralitas
agama.sebagai contoh dalam pertanyaan, “mengapa tuhan memerintahkan ini, bukan
itu?”
b.
Etika membantu dalam menginterpretasikan ajaran agama yang saling
bertentangan
c.
Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agam terhadap
masalah-masalah baru dalam kehidupan manusia.
d.
Etika dapat membantu mengadakan dialog antar agama karena etika
mendasarkan diri pada argumentasi rasional belaka, bukan pada wahyu.
Oleh karena perjalanan profesi hukum adalah perjalanan yang sangat
dinamis, maka jelas bahwa dalam praktik akan ditemukan hal-hal baru yang tidak
sepenuhnya teratasi hanya melalui pendekatan ajaran-ajaran moral agama. Etika
profesi hukum, dengan segala dasar-dasar rasionalitas yang melatarbelakanginya
akan sangat membantu membuka jalan
pemecahan yang dapat diterima semua pihak dari berbagai kalangan.[5]
Sedangkan tujuan dari etika tersebut adalah untuk mendapatkan
konsep mengenai penilaian baik buruk manusia sesuai dengan norma-norma yang
berlaku. Pengertian baik yaitu segala perbuatan yang baik, sedangkan pengertian
buruk yaitu segala perbuatan yang tercela.[6]
4.
Hubungan Etika dengan Filsafat
Secara umum etika merupakan bagian dari pembahasan filsafat, bahkan
merupakan salah satu cabang dari fiksafat. Berbicara tentang filsafat,
pertama-tama yang harus dibedakan adalah bahwa filsafat tidak selalu diartikan
sebagai ilmu. Filsafat juga dapat berarti pandanagan hidup. Sebagai ilmu,
filsafat merupakan proses yang harus bergulir dan tidak pernah mengenak kata
selesai. Sebaliknya filsafat sebagai pandangan hidup merupakan suatu produk
(nilai-nilai atau sistem nilai) yang diyakini kebenarannya dan dapat dijadikan pedoman berperilaku oleh
suatu individu atau masyarakat. Etika sering juga dikatakan sebagai pemikiran filosofis
tentang apa yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia yang
mengandung suatu tanggung jawab. Disebut sebagai pemikiran filosofis karena
secara historis etika berkembang sejalan dengan peerkembangan filsafat.
Etika pun dapat dilihat dari pembedaan demikian. Jadi, ada etika dalam
arti ilmu (filsafat), tetapi ada pula etika sebagai sistem nilai. Etika prifesi
hukum sebenarnya dapat dipandang dari kedua pengertian tersebut. Jika yang
dimaksud dengan etika profesi itu adalah sebatas kode etik yang di berlakukan
oleh masing-masing organisasi profesi hukum, hal tersebut berada dalam konteks
etika sebagai sisitem nilai. Namun apabila etika profesi itu di kaji secara
sistematis, metodis, dan objektif untuk mencari rasionalitas di balik alasan-alasan moral dari sistem
nilai yang dipilih itu, berarti etika profesi di sini merupakan bagian atau cabang
dari ilmu (filsafat).
Cabang filsafat sendiri sanagat banyak ragamnya. Demikian
banyaknya, sehingga para ahli filsafat sendiri mempunyai sistematika
sendiri-sendiri mengenai cabang-cabang filsafat itu. Walaupun demikian,
seberapa banyak pun cabang itu pada prinsipnya filsafat dapat di kembalikan
pada tiga kelompok cabang filsafat yang utama yaitu: (1) ontologi, (2)
epistemologi, dan (3) aksiologi.
Jadi, etika merupakan salah satu cabang dari filsafat, tepatnya
filsafat tentang nilai atau aksiologi. Nilai-nilai yang dimaksud di sini
berkenaan dengan sikap dan perilaku manusia. Dengan kata lain, etika
membicarakan tentang nilai-nilai yang baik bagi manusia sebagai “manusia”.
Nilai nilai seperti inilah yang dikenal dengan moral.
Secara sistematis etika dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu etika
umum dan etika khusus. Jika kita berbicara tentang prinsip-prinsip moral,
pengertian dan fungsi etika, masalah kebebasan, tanggunag jawab, dan suara
hati, berarti kita berbicara tentang etika secara umum. Apabila prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai
sudah di kaitkan dengan konteks bidang tertentu, baik bidang kehidupan maupun
antarpribadi, maka kita sudah berbicara tentang etika secara khusus. Pertanyaan
dasar etika secara khusus adalah, “bagaimana saya harus bertindak dalam suatu
bidang tertentu?” atau “Bagaimana bidang itu harus ditata agar dapat mendukung
pencapaian kebaikan bagi umat manusia?”[7]
Jadi, filsafat adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang berfungsi
sebagai interpretasi tentang hidup manusia. Etika merupakan bagian dari
filsafat, yaitu filsafat moral. Filsafat moral adalah cabang dari filsafat
tentang tindakan manusia. Kesimpulannya yaitu suatu ilmu yang mempelajari
perbuatan baik dan buruk manusia berdasarkan kehendak dalam mengambil keputusan
yang mendasari hubungan antar sesama manusia.[8]
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Dengan pembahasan di atas maka dapat kami ambil kesimpulan bahwa, etika
berasal daribahasa Yunani ethos (jamaknya ta etha), yang berarti
kebiasaan. Selain etika, juga dikenal kata “moral” atau “moralitas”
yang berasal dari bahasa latin, yaitu mos jamaknya (mores), yang artinya juga kebiasaan. Selain itu, menurut pendapat
Dr. Achmad Amin yang mengemukakan bahwa perbuatan yang dimaksud sebagai obyek
etika ialah perbuatan sadar baik oleh diri sendiri atau pengaruh orang lain
yang dilandasi oleh kehendak bebas dan disertai niat dalam batin.
Kemudian dari pembahasan di atas, telah kita ketahui bahwa manfaat
etika atau mempelajari etika di situ yang paling mendasar adalah kita tahu
bagaimana dan seperti apa perbuatan baik dan buruk itu, sehingga dari hal
tersebut, kita tahu dan dapat memilih mana yang harus kita lakukan dan mana
yang tidak harus kita lakukan. Kemudian yang terakhir yaitu hubungannya etika
dengan filsafat. Bahwa filsafat adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang
berfungsi sebagai interpretasi tentang hidup manusia. Etika merupakan bagian
dari filsafat, yaitu filsafat moral. Filsafat moral adalah cabang dari filsafat
tentang tindakan manusia. Kesimpulannya yaitu suatu ilmu yang mempelajari
perbuatan baik dan buruk manusia berdasarkan kehendak dalam mengambil keputusan
yang mendasari hubungan antar sesama manusia.
[1] Shidarta, Moralitas Profesi Hukum. Bandung: Rafika Aditma,
2009. Hal: 15.
[2] Hyronimus Rhiti, Filsafat Hukum. Yogyakarta: Universitas
Atma Jaya, 2011. Hal: 260.
[3] Op cit, Moralitas Profesi
Hukum. Hal: 21.
[4] http://sadamcenter.blogspot.com/2011/07/obyek-etika.html
[5] Op cit, Moralitas Profesi
Hukum. Hal: 12-13.
[6] http://nitanita6.blogspot.com/2010/02/tujuan-dan-pengertian-etika.html
[7] Op cit, Moralitas Profesi
Hukum. Hal: 5.
No comments:
Post a Comment