Jan 31, 2014

Makalah - Etika Profesi Hukum



ETIKA

BAB 1
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Setiap manusia yang sehat secara rohani pasti memiliki sikap moral dalam menghadapi keadaan-keadaan yang menyertai perjalanan hidupnya. Sikap moral ini ada yang hadir begitu saja tanpa harus disertai pergulatan atas pilihan-pilihan dilematis, namun ada pula sikap moral yang perlu direnungkan secara mendalam sebelum ditetapkan menjadi keputusan. Sikap moral itulah yang pada umumnya dijadikan pedoman bagi manusia ketika mengambil suatu tindakan. Renungan terhadap moralitas tersebut merupakan pekerjaan etika.
Dengan demikian, setiap manusia siapapun dan apanpun profesinya membutuhkan perenungan-perenungan atas moralitas yang terkait dengan profesinya. Dalam konteks inilah lalu timbul suatu cabang etika yang disebut etika profesi. Maka sebelum kita menginjak jauh tentang seperti apa itu etika profesi hukum, maka kita harus mengetahui / mempelajari terlebih dahulu dasar-dasar dari rangkaian tentang etika profesi hukum tersebut. Denagn rumusan masalah sebagai berikut:

B.       Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang dikembangkan penulis dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.         Apa Pengertian Etika?
2.         Apa Obyek Kajian Etika?
3.         Apa Manfaat Mempelajari Etika?
4.         Bagaimana Hubungan Etika dengan Filsafat?






BAB II
PEMBAHASAN

1.        Pengertian Etika
Etika berasal daribahasa Yunani ethos jamaknya (ta etha), yang berarti kebiasaan. Selain etika, juga dikenal kata “moral” atau “moralitas” yang berasal dari bahasa latin, yaitu mos (jamakny mores), yang artinya juga kebiasaan.[1]
Dengan mengikuti penjelasan dari kamus besar bahasa indonesia, K. Bertens menyatakan, etika dapat dibedakan dalam tiga arti. Pertama etika dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseoarang atau suatu kelompok dalam mengatur perilakunya. Contohnya etika suku Indian, etika agam Budha, dan etika Protestan. Kedua etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral. Contohnya adalah kode etik suatu profesi. Ketiga etika sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Apa yang disebutkan terakhir ini sama artinya dengan etika sebagai cabang filsafat.
Pengertian etika yang pertama dan kedua dalam penjelasan K. Bertens sebenarnya mengacu pada pengertian etika yang sama, yaitu etika sebagai sistem nilai. Jika kita  berbicara tentang etika profesi hukum, berarti kita juga bicara tentang sistem nilai yang menjadi pegangan suatu kelompok profesi, mengenai apa yang baik dan yang buruk menurut nilai-nilai profesi itu. Biasanya nilai-nilai itu dirumuskan dalam suatu norma tertulis, yang kemudian disebut kode etik. Jadi, kiranya cukup jelas apabila etika diartikan dalam dua hal, yaitu: etika sebagai sistem nilai dan etika sebagai ilmu, atau lebih tegas lagi sebagai cabang filsafat.
Etika dapat dimengerti sebagai refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dalam situasi konkret, situasi khusus tertentu. Etika adalah filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dan situasi konkret (A. Sonny Keraf, 2002: 4-5).[2]

2.        Obyek Kajian Etika
Telah diuraikan, bahwa bahan kajian etika adalah moralitas manusia. Sebelumnya telah disinggung pula, bahwa satuan dari moralitas itu adalah moral. Moral sendiri merupakan salah satu norma sosial (social norms), atau meminjam istilah Hens Kelsen, moral adalah regulation of internal behavior. Jika moral merupakan suatu norma, maka dapat dipastikan moral mengandung nilai-nilai karena norma adalah konkretisasi dari nilai.[3]
Setiap tingkah laku atau perbuatan manusia yang pasti berkaitan dengan norma atau nilai etis yang berlaku di masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwasannya tingkah laku manusia itu, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak, dapat dijadikan sebagai bahan tinjauan, tempat penilaian terhadap norma yang berlaku di masyarakat. Perbuatan menjadi obyek ketika etika mencoba atau menerapkan teori nilai.
Perpaduan antara nilai dengan perbuatan sebagai pelaksanaannya menghasilkan sesuatu yang disebut moral atau kesusilaan. Perbuatan yang dapat dihubungkan dengan nilai etis adalah:
1)        Perbuatan oleh diri sendiri baik dalam keadaan sadar maupun tidak.
2)        Perbuatan oleh pengaruh orang lain bisa berupa saran, anjuran, nasehat, tekanan, paksaan, peringatan, ataupun ancaman.
Menurut pendapat Dr. Achmad Amin yang mengemukakan bahwa perbuatan yang dimaksud sebagai obyek etika ialah perbuatan sadar baik oleh diri sendiri atau pengaruh orang lain yang dilandasi oleh kehendak bebas dan disertai niat dalam batin.[4]

3.        Manfaat Mempelajari Etika
Setiap subjek hukum wajib tunduk pada hukum. Apabila yang bersangkutan dinyatakan telah melanggar hukum, maka seluruh proses hukum harus dilakukan di bawah yurisdiksi sistem hukum yang berlaku. Dengan demikian, konsekuensi etis dari ketiadaan pilihan bagi para pesakitan hukum tersebut adalah suatu tuntutan ketaatan etika profesi yang sangat tinggi bagi para penyandang profesi hukum.  Intensitas ketaatan ini bahkan lebih tinggi daripada profesi manapun di dunia ini, termasuk jika dibandingkan dengan profesi dokter yang sama tua usianya dengan profesi hukum. Penyandang profesi hukum yang berani melanggar etika profesinya tidak saja melukai rasa keadilan individu dan masyarakat, melainkan juga mencederai sistem hukum negaranya secara keseluruhan.
Berangkat dari latar belakang tersebut, etika profesi hukum menjadi sangat penting untuk dipelajari, terlepas bahwa di luar etika profesi pun sudah tersedia ajaran-ajaran moral (contoh ajaran agama) yang juga mengajarkan kebaikan. Kehadiran etika, termasuk etika profesi tetap diperlukan karena beberapa alasan berikut:
a.    Kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral, sehingga kita bingung harus mengukuti moralitas yang mana.
b.    Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai masyarakat yang akibatnya menantang pandangan-pandangan moral tradisional.
c.    Adanya berbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup, yang masing-masing dengan ajarannya sendiri mengajarkan bagaimana mmanusia harus hidup.
d.   Etika juga diperlukan oleh kaum agama yang di satu pihak diperlukan untuk menemukan dasar kemantapan dalam iman kepercayaan mereka, di lain pihak mau berpartisipasi  tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.
Catatan nomor terakhir yang disampaikan oleh Magnis-Suseno dari uraian tersebut memberi penekanan bahwa kendati ajaran moral dalam agama  sudah eksis, namun etika dan etika profesi tetap memegang paranan yang tidak kalah pentingnya. Hal ini terjadi karena agama sendiri memerlukan ketrampilan beretika agar dapat memberikan orientasi dan bukan sekedar indoktrinasi. Empat hal yang melatar belakangi etika dalam beragama adalah sebagai berikut:
a.    Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dari moralitas agama.sebagai contoh dalam pertanyaan, “mengapa tuhan memerintahkan ini, bukan itu?”
b.    Etika membantu dalam menginterpretasikan ajaran agama yang saling bertentangan
c.    Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agam terhadap masalah-masalah baru dalam kehidupan manusia.
d.   Etika dapat membantu mengadakan dialog antar agama karena etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional belaka, bukan pada wahyu.
Oleh karena perjalanan profesi hukum adalah perjalanan yang sangat dinamis, maka jelas bahwa dalam praktik akan ditemukan hal-hal baru yang tidak sepenuhnya teratasi hanya melalui pendekatan ajaran-ajaran moral agama. Etika profesi hukum, dengan segala dasar-dasar rasionalitas yang melatarbelakanginya akan sangat membantu  membuka jalan pemecahan yang dapat diterima semua pihak dari berbagai kalangan.[5]
Sedangkan tujuan dari etika tersebut adalah untuk mendapatkan konsep mengenai penilaian baik buruk manusia sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Pengertian baik yaitu segala perbuatan yang baik, sedangkan pengertian buruk yaitu segala perbuatan yang tercela.[6]

4.        Hubungan Etika dengan Filsafat
Secara umum etika merupakan bagian dari pembahasan filsafat, bahkan merupakan salah satu cabang dari fiksafat. Berbicara tentang filsafat, pertama-tama yang harus dibedakan adalah bahwa filsafat tidak selalu diartikan sebagai ilmu. Filsafat juga dapat berarti pandanagan hidup. Sebagai ilmu, filsafat merupakan proses yang harus bergulir dan tidak pernah mengenak kata selesai. Sebaliknya filsafat sebagai pandangan hidup merupakan suatu produk (nilai-nilai atau sistem nilai) yang diyakini kebenarannya dan  dapat dijadikan pedoman berperilaku oleh suatu individu atau masyarakat. Etika sering juga dikatakan sebagai pemikiran filosofis tentang apa yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia yang mengandung suatu tanggung jawab. Disebut sebagai pemikiran filosofis karena secara historis etika berkembang sejalan dengan peerkembangan filsafat.
Etika pun dapat dilihat dari pembedaan demikian. Jadi, ada etika dalam arti ilmu (filsafat), tetapi ada pula etika sebagai sistem nilai. Etika prifesi hukum sebenarnya dapat dipandang dari kedua pengertian tersebut. Jika yang dimaksud dengan etika profesi itu adalah sebatas kode etik yang di berlakukan oleh masing-masing organisasi profesi hukum, hal tersebut berada dalam konteks etika sebagai sisitem nilai. Namun apabila etika profesi itu di kaji secara sistematis, metodis, dan objektif untuk mencari rasionalitas  di balik alasan-alasan moral dari sistem nilai yang dipilih itu, berarti etika profesi di sini merupakan bagian atau cabang dari ilmu (filsafat).
Cabang filsafat sendiri sanagat banyak ragamnya. Demikian banyaknya, sehingga para ahli filsafat sendiri mempunyai sistematika sendiri-sendiri mengenai cabang-cabang filsafat itu. Walaupun demikian, seberapa banyak pun cabang itu pada prinsipnya filsafat dapat di kembalikan pada tiga kelompok cabang filsafat yang utama yaitu: (1) ontologi, (2) epistemologi, dan (3) aksiologi.
Jadi, etika merupakan salah satu cabang dari filsafat, tepatnya filsafat tentang nilai atau aksiologi. Nilai-nilai yang dimaksud di sini berkenaan dengan sikap dan perilaku manusia. Dengan kata lain, etika membicarakan tentang nilai-nilai yang baik bagi manusia sebagai “manusia”. Nilai nilai seperti inilah yang dikenal dengan moral.
Secara sistematis etika dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu etika umum dan etika khusus. Jika kita berbicara tentang prinsip-prinsip moral, pengertian dan fungsi etika, masalah kebebasan, tanggunag jawab, dan suara hati, berarti kita berbicara tentang etika secara umum.  Apabila prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai sudah di kaitkan dengan konteks bidang tertentu, baik bidang kehidupan maupun antarpribadi, maka kita sudah berbicara tentang etika secara khusus. Pertanyaan dasar etika secara khusus adalah, “bagaimana saya harus bertindak dalam suatu bidang tertentu?” atau “Bagaimana bidang itu harus ditata agar dapat mendukung pencapaian kebaikan bagi umat manusia?”[7]
Jadi, filsafat adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang berfungsi sebagai interpretasi tentang hidup manusia. Etika merupakan bagian dari filsafat, yaitu filsafat moral. Filsafat moral adalah cabang dari filsafat tentang tindakan manusia. Kesimpulannya yaitu suatu ilmu yang mempelajari perbuatan baik dan buruk manusia berdasarkan kehendak dalam mengambil keputusan yang mendasari hubungan antar sesama manusia.[8]




BAB III
PENUTUP

Simpulan
Dengan pembahasan di atas maka dapat kami ambil kesimpulan bahwa, etika berasal daribahasa Yunani ethos (jamaknya ta etha), yang berarti kebiasaan. Selain etika, juga dikenal kata “moral” atau “moralitas” yang berasal dari bahasa latin, yaitu mos jamaknya (mores), yang artinya juga kebiasaan. Selain itu, menurut pendapat Dr. Achmad Amin yang mengemukakan bahwa perbuatan yang dimaksud sebagai obyek etika ialah perbuatan sadar baik oleh diri sendiri atau pengaruh orang lain yang dilandasi oleh kehendak bebas dan disertai niat dalam batin.
Kemudian dari pembahasan di atas, telah kita ketahui bahwa manfaat etika atau mempelajari etika di situ yang paling mendasar adalah kita tahu bagaimana dan seperti apa perbuatan baik dan buruk itu, sehingga dari hal tersebut, kita tahu dan dapat memilih mana yang harus kita lakukan dan mana yang tidak harus kita lakukan. Kemudian yang terakhir yaitu hubungannya etika dengan filsafat. Bahwa filsafat adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang berfungsi sebagai interpretasi tentang hidup manusia. Etika merupakan bagian dari filsafat, yaitu filsafat moral. Filsafat moral adalah cabang dari filsafat tentang tindakan manusia. Kesimpulannya yaitu suatu ilmu yang mempelajari perbuatan baik dan buruk manusia berdasarkan kehendak dalam mengambil keputusan yang mendasari hubungan antar sesama manusia.


[1] Shidarta, Moralitas Profesi Hukum. Bandung: Rafika Aditma, 2009. Hal: 15.
[2] Hyronimus Rhiti, Filsafat Hukum. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2011. Hal: 260.
[3] Op cit,  Moralitas Profesi Hukum.  Hal: 21.

[4] http://sadamcenter.blogspot.com/2011/07/obyek-etika.html

[5] Op cit,  Moralitas Profesi Hukum.  Hal: 12-13.

[6]  http://nitanita6.blogspot.com/2010/02/tujuan-dan-pengertian-etika.html

[7] Op cit,  Moralitas Profesi Hukum.  Hal: 5.

[8] http://nitanita6.blogspot.com/2010/02/tujuan-dan-pengertian-etika.html


No comments:

Post a Comment