BAYI TABUNG
(INSEMINASI) DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM
A.
Pengertian Bayi Tabung (Inseminasi Buatan)
Bayi tabung adalah istilah awamnya,
sedangkan dalam kedokteran dikenal dengan istilah “artificial insemination”
atau inseminasi (pembuahan) buatan. Mengenai pengertian dan macamnya maka
lumayan beragam, ada GIFT (Gamete intrafallopian Transfer), IVF (in Vitro
fertilization), ZIFT (Zygote Intrafallopian Transfer), ICSI (Intracytoplasmic
Sperm Injection). Ringkasnya, bayi tabung intinya usaha mempertemukan sperma
dan sel telur, sehingga terjadi pembuahan, baik itu di lakukan diluar rahim
(disebut Inseminasi Ekternal) atau di dalam lahir (disebut Inseminasi
Internal).
Bayi tabung adalah upaya jalan
pintas untuk mempertemukan sel sperma dan sel telur diluar tubuh (in vitro
fertilization). Setelah terjadi konsepsi hasil tersebut dimasukkan kembali ke
dalam rahim ibu atau embrio transfer sehingga dapat tumbuh menjadi janin
sebagaimana layaknya kehamilan biasa.
Bayi tabung merupakan bayi dari
hasil pembuahan di tabung. Tetapi bayi tabung itu sebenarnya adalah proses
pembuahan sel telur dan sperma di luar tubuh wanita, dalam istilah in vitro
vertilization (IVF). In vitro adalah bahasa latin yang berarti dalam gelas / tabung
gelas dan vertilization adalah bahasa inggrisnya pembuahan. Dalam proses bayi
tabung atau IVF, sel telur yang matang diambil dari induk telur lalui dibuahi
dengan sperma di dalam sebuah medium cairan. Setelah berhasil, embiro kecil
yang terjadi dimasukan ke dalam rahim dengan harapan dapat berkembang menjadi
bayi.
Status bayi tabung ada 3 macam :
1.
Inseminasi
buatan dengan sperma suami.
2.
Inseminasi
buatan dengan sperma donor.
3.
Inseminasi
buatan dengan model titipan.
Banyak faktor yang menjadi penyebab
infertilitas sehingga pasangan suami istri tidak mempunyai anak, antara lain:
1.
Faktor
hubungan seksual, yaitu frekuensi yang tidak teratur (mungkin terlalu sering
atau terlalu jarang), gangguan fungsi seksual pria yaitu disfungsi ereksi,
ejakulasi dini yang berat, ejakulasi terhambat, ejakulasi retrograde (ejakulasi
ke arah kandung kencing), dan gangguan fungsi seksual wanita yaitu dispareunia
(sakit saat hubungan seksual) dan vaginismus.
2.
Faktor
infeksi, berupa infeksi pada sistem seksual dan reproduksi pria maupun wanita,
misalnva infeksi pada buah pelir dan infeksi pada rahim.
3.
Faktor
hormon, berupa gangguan fungsi hormon pada pria maupun wanita sehingga
pembentukan sel spermatozoa dan sel telur terganggu.
4.
Faktor
fisik, berupa benturan atau temperatur atau tekanan pada buah pelir sehingga
proses produksi spermatozoa terganggu.
5.
Faktor
psikis, misalnya stress yang berat sehingga mengganggu pembentukan set
spermatozoa dan sel telur.
Untuk menghindari terjadinya
gangguan kesuburan pada pria maupun wanita, maka faktor-faktor penyebab
tersebut tersebut harus dihindari. Tetapi kalau gangguan kesuburan telah
terjadi, diperlukan pemeriksaan yang baik sebelum dapat ditentukan langkah
pengobatannya.
B. Dasar Hukum Pelaksanaan Bayi Tabung
Dasar
hukum pelaksanaan bayi tabung di Indonesia adalah Undang-Undang Kesehatan
No. 23 Tahun 1992.
1.
Pasal 16 ayat 1 Kehamilan diluar cara alami
dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri
mendapatkan keturunan.
2.
Upaya kehamilan diluar cara alami sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah
dengan ketentuan :
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari
suami istri yang bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri darimana ovum
berasal.
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
c. Pada sarana kesehatan tertentu.
Pelaksanaan upaya kehamilan diluar cara alami harus dilakukan sesuai norma
hukum, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Sarana kesehatan tertentu adalah
sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang telah memenuhi persyaratan
untuk penyelenggaraan upaya kehamilan diluar cara alami dan ditunjuk oleh
pemerintah.
d. Ketentuan mengenai persyaratan
penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
dan ayat 2 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
C. Analisa
Metode Ijtihad Bayi Tabung
Ada beberapa hukum yang ditetapkan
ulama tentang bayi tabung / inseminasi buatan. Berbedanya hukum tersebut
tergantung bagaimana cara menerapkan proses pembuatan bayi tabung dan dari mana
sperma tersebut diperoleh. Hukum yang telah disepakati Dewan Majelis Ulama
Indonesia yaitu:
a.
Bayi
tabung hukumnya mubah (boleh)
Boleh melakukan upaya bayi tabung / inseminasi buatan apabila
dilakukan antara sel sperma dan ovum suami istri yang sah dan tidak ditransfer
embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi
suami yang berpoligami), baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian
disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan
dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam
rahim istri, asal keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar
memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara
pembuahan alami suami istri tidak berhasil memperoleh anak.
Hal ini sesuai dengan kaidah hukum fiqh Islam :
“Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu)
diperlukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat
/ terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal terlarang”.
Metode ijtihad yang digunakan dalam menetapkan hukum bayi tabung
ini dengan metode istishab, yaitu: “Menganggap status sesuatu (hukumnya) tetap
seperti keadaan semula tanpa perubahan, sebelum terbukti ada sesuatu yang
mengubahnya (membatalkannya)”. Sebelum ditemukan proses bayi tabung, pada dasarnya
proses pembuahan / bertemunya sperma dan ovum hanya dengan melalui
persetubuhan, namun setelah ditemukan cara modern ini maka pembuahan sel telur
bisa dilakukan di luar rahim. Hukum melakukan upaya bayi tabung dibolehkan
selama sel sperma dan ovum itu milik suami istri sah dan dikembalikan ke rahim
istri tersebut.
Dalam kasus bayi tabung jika yang digunakan dalam berijtihad adalah
metode qiyas, diqiyaskan (analogi) pada kasus penyerbukan kurma. Setelah Nabi
Saw hijrah ke Madinah, beliau melihat penduduk Madinah melakukan pembuahan
buatan (penyilangan / perkawinan) pada pohon kurma. Lalu Nabi menyarankan agar
tidak usah melakukan itu. kemudian ternyata buahnya banyak yang rusak. Setelah
hal itu dilaporkan pada Nabi, beliau berpesan : “lakukanlah pembuahan buatan,
kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.” Oleh karena itu, kalau
inseminasi buatan pada tumbuh-tumbuhan diperbolehkan, maka inseminasi pada
manusia juga dibolehkan, selama tidak melanggar syari’at.
b.
Bayi
tabung hukumnya haram
Ada beberapa macam proses bayi tabung yang diharamkan, yaitu:
a.
Bayi
tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain
(misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) ataupun dititipkan
pada rahim wanita lain hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd adz-dzari’ah,
sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan
masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang
mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
b.
Bayi
tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia
hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd adz-dzari’ah, sebab hal ini akan
menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab
maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
c.
Bayi
tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang
sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar
lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd adz-dzari’ah,
yaitu menghindarkan terjadinya perbuatan zina.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka
bayi tabung yang dilakukan dengan cara mengambil sperma dan ovum suami-istri
dan dikembalikan ke rahim istri tersebut hukumnya boleh. Sedangkan di luar cara
tersebut hukumnya haram.