Jan 31, 2014

BAYI TABUNG (INSEMINASI) DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM



BAYI TABUNG (INSEMINASI) DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM
A.      Pengertian Bayi Tabung (Inseminasi Buatan)
Bayi tabung adalah istilah awamnya, sedangkan dalam kedokteran dikenal dengan istilah “artificial insemination” atau inseminasi (pembuahan) buatan. Mengenai pengertian dan macamnya maka lumayan beragam, ada GIFT (Gamete intrafallopian Transfer), IVF (in Vitro fertilization), ZIFT (Zygote Intrafallopian Transfer), ICSI (Intracytoplasmic Sperm Injection). Ringkasnya, bayi tabung intinya usaha mempertemukan sperma dan sel telur, sehingga terjadi pembuahan, baik itu di lakukan diluar rahim (disebut Inseminasi Ekternal) atau di dalam lahir (disebut Inseminasi Internal).
Bayi tabung adalah upaya jalan pintas untuk mempertemukan sel sperma dan sel telur diluar tubuh (in vitro fertilization). Setelah terjadi konsepsi hasil tersebut dimasukkan kembali ke dalam rahim ibu atau embrio transfer sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana layaknya kehamilan biasa.
Bayi tabung merupakan bayi dari hasil pembuahan di tabung. Tetapi bayi tabung itu sebenarnya adalah proses pembuahan sel telur dan sperma di luar tubuh wanita, dalam istilah in vitro vertilization (IVF). In vitro adalah bahasa latin yang berarti dalam gelas / tabung gelas dan vertilization adalah bahasa inggrisnya pembuahan. Dalam proses bayi tabung atau IVF, sel telur yang matang diambil dari induk telur lalui dibuahi dengan sperma di dalam sebuah medium cairan. Setelah berhasil, embiro kecil yang terjadi dimasukan ke dalam rahim dengan harapan dapat berkembang menjadi bayi.
Status bayi tabung ada 3 macam :
1.         Inseminasi buatan dengan sperma suami.
2.         Inseminasi buatan dengan sperma donor.
3.         Inseminasi buatan dengan model titipan.
Banyak faktor yang menjadi penyebab infertilitas sehingga pasangan suami istri tidak mempunyai anak, antara lain:
1.         Faktor hubungan seksual, yaitu frekuensi yang tidak teratur (mungkin terlalu sering atau terlalu jarang), gangguan fungsi seksual pria yaitu disfungsi ereksi, ejakulasi dini yang berat, ejakulasi terhambat, ejakulasi retrograde (ejakulasi ke arah kandung kencing), dan gangguan fungsi seksual wanita yaitu dispareunia (sakit saat hubungan seksual) dan vaginismus.
2.         Faktor infeksi, berupa infeksi pada sistem seksual dan reproduksi pria maupun wanita, misalnva infeksi pada buah pelir dan infeksi pada rahim.
3.         Faktor hormon, berupa gangguan fungsi hormon pada pria maupun wanita sehingga pembentukan sel spermatozoa dan sel telur terganggu.
4.         Faktor fisik, berupa benturan atau temperatur atau tekanan pada buah pelir sehingga proses produksi spermatozoa terganggu.
5.         Faktor psikis, misalnya stress yang berat sehingga mengganggu pembentukan set spermatozoa dan sel telur.
Untuk menghindari terjadinya gangguan kesuburan pada pria maupun wanita, maka faktor-faktor penyebab tersebut tersebut harus dihindari. Tetapi kalau gangguan kesuburan telah terjadi, diperlukan pemeriksaan yang baik sebelum dapat ditentukan langkah pengobatannya.

B.       Dasar Hukum Pelaksanaan Bayi Tabung
Dasar hukum pelaksanaan bayi tabung di Indonesia adalah Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992.
1.         Pasal 16 ayat 1 Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapatkan keturunan.
2.         Upaya kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan :
a.    Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri darimana ovum berasal.
b.    Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
c.    Pada sarana kesehatan tertentu. Pelaksanaan upaya kehamilan diluar cara alami harus dilakukan sesuai norma hukum, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang telah memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kehamilan diluar cara alami dan ditunjuk oleh pemerintah.
d.   Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
C.      Analisa Metode Ijtihad Bayi Tabung
Ada beberapa hukum yang ditetapkan ulama tentang bayi tabung / inseminasi buatan. Berbedanya hukum tersebut tergantung bagaimana cara menerapkan proses pembuatan bayi tabung dan dari mana sperma tersebut diperoleh. Hukum yang telah disepakati Dewan Majelis Ulama Indonesia yaitu:
a.    Bayi tabung hukumnya mubah (boleh)
Boleh melakukan upaya bayi tabung / inseminasi buatan apabila dilakukan antara sel sperma dan ovum suami istri yang sah dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri, asal keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami suami istri tidak berhasil memperoleh anak.
Hal ini sesuai dengan kaidah hukum fiqh Islam :
 “Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat / terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal terlarang”.
Metode ijtihad yang digunakan dalam menetapkan hukum bayi tabung ini dengan metode istishab, yaitu: “Menganggap status sesuatu (hukumnya) tetap seperti keadaan semula tanpa perubahan, sebelum terbukti ada sesuatu yang mengubahnya (membatalkannya)”. Sebelum ditemukan proses bayi tabung, pada dasarnya proses pembuahan / bertemunya sperma dan ovum hanya dengan melalui persetubuhan, namun setelah ditemukan cara modern ini maka pembuahan sel telur bisa dilakukan di luar rahim. Hukum melakukan upaya bayi tabung dibolehkan selama sel sperma dan ovum itu milik suami istri sah dan dikembalikan ke rahim istri tersebut.
Dalam kasus bayi tabung jika yang digunakan dalam berijtihad adalah metode qiyas, diqiyaskan (analogi) pada kasus penyerbukan kurma. Setelah Nabi Saw hijrah ke Madinah, beliau melihat penduduk Madinah melakukan pembuahan buatan (penyilangan / perkawinan) pada pohon kurma. Lalu Nabi menyarankan agar tidak usah melakukan itu. kemudian ternyata buahnya banyak yang rusak. Setelah hal itu dilaporkan pada Nabi, beliau berpesan : “lakukanlah pembuahan buatan, kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.” Oleh karena itu, kalau inseminasi buatan pada tumbuh-tumbuhan diperbolehkan, maka inseminasi pada manusia juga dibolehkan, selama tidak melanggar syari’at.
b.    Bayi tabung hukumnya haram
Ada beberapa macam proses bayi tabung yang diharamkan, yaitu:
a.    Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) ataupun dititipkan pada rahim wanita lain hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd adz-dzari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
b.    Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd adz-dzari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
c.    Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd adz-dzari’ah, yaitu menghindarkan terjadinya perbuatan zina.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka bayi tabung yang dilakukan dengan cara mengambil sperma dan ovum suami-istri dan dikembalikan ke rahim istri tersebut hukumnya boleh. Sedangkan di luar cara tersebut hukumnya haram.