Jan 11, 2014

Makalah Fikih Munakahat

Makalah Fikih Munakahat

NUSYUZ DAN SYIQAQ


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kebahagiaan dalam keluarga merupakan keinginan yang diharapkan semua manusia, dan semua itu akan terasa disaat sebuah keluarga menjalankan apa yang menjadi kewajiban dan hak masing-masing baik suami ataupun istri dalam sebuah keluarga. Oleh karena itu, segala tingkah laku, gerak langkah, selalu berorientasi kearah itu walaupun dalam aplikasi memakai cara yang berlawanan dengan tujuan tadi.
Namun pada kenyataannya tidak sedikit dalam sebuah keluarga tidak selalu tenang dan menyenangkan. Ada kalanya kehidupannya begitu ruwet dan memusingkan. Hal tersebut terjadi karena peran dan fungsi mereka khususnya bagi suami ataupun istri sudah tidak melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab mereka masing-masing.
Terlepas dari kewajiban dan hak seorang istri terhadap suami atau sebaliknya, penyusun pada kesempatan kali ini tidak akan membahas mengenai kewajiban dan hak tersebut akan tetapi akan membahas mengenai nusyuz, syiqaq dan fungsi hakamain dalam kasus shiqaq. Ketiga masalah diatas akan terjadi disaat suami atau istri tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajiban dan hak mereka masing-masing dalam sebuah keluarga.
B.     Rumusan Masalah
Setelah memperhatikan pemaparan diatas penyusun dapat merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya:
1.    Apa yang dimaksud dengan nusyuz?
2.    Apa dimaksud dengan syiqaq itu?
3.    Apa fungsi Hakamain dalam kasus syiqaq?

BAB II
PEMBAHASAN
A.      NUSYUZ
1.         Pengertian Nusyuz
Nusyuz adalah kata yang berasal dari bahasa arab: إرْتَفَاعَ yang berarti meninggi / terangkat.[1] Sedangkan dalam kitab Fathul Qarib karangan Syeikh Abi Syuja' Al-Ashfahani diterangkan, nusyuz adalah:
إرْتَفَاعَهَا عَنْ أَدَاءِ الْحَقِ الْوَاجِب عَلَيْهَا[2]
Artinya: "sikap tinggi dari perempuan (istri) tidak bersedia mendatangi (mengerjakan) kebenaran yang wajib baginya".[3]
Nusyuz merupakan tindakan istri yang dapat ditafsirkan menentang atau membandel atas kehendak suami. Tentu saja kehendak suami yang tidak bertentangan dengan hukum agama. Apabila kehendak suami bertentangan atau tidak dapat dibenarkan oleh agama, maka istri berhak menolaknya, dan penolakan tersebut bukanlah sifat nusyuz (durhaka).
Sementara menurut Rasyid, nusyuz adalah apabila istri menentang kehendak suami dengan tidak ada alasan yang dapat diterima menurut hukum syara’, tindakan itu dipandang durhaka. Seperti beberapa contoh dibawah ini:
a.    Suami telah menyediakan rumah yang sesuai dengan keadaan suami, tetapi istri tidak mau pindah kerumah itu, atau istri meninggalkan rumah tangga tanpa izin suami.
b.    Apabila suami-istri tinggal dirumah kepunyaan istri dengan izin istri, kemudian pada suatu waktu istri mengusir (melarang) suami masuk rumah itu, dan bukan karena minta pindah kerumah yang disediakan oleh suami.
Macam-macam nusyuz adalah nusyuznya istri terhadap suami ataupun nusyuznya suami terhadap istri.
1)   Nusyuz-nya Istri kepada Suami
Dikatakan istri nusyuz terhadap suaminya berarti istri merasa dirinya sudah lebih tinggi kkedudukannya dari suaminya, sehingga ia tidak lagi merasa berkewajiban mematuhinya. Secara defenitif nusyuz diartikan dengan "kedurhakaan istri terhadap suami dalam hal menjalankan apa-apa yang telah diwajibkan Allah atasnya".
Nusyuz itu haram hukumnya karena menyalahi sesuatu yang telah ditetapkan agama melalui Al-Qur'an dan Hadits. Dalam hubungannya kepada Allah pelakunya berhak atas dosa dari Allah dan dalam hubungannya dengan suami dan rumah tangga merupakan pelanggaran terhadap kehidupan suami istri. Atas perbuatan itu si pelakumendapat ancaman di antaranya gugur haknya sebagai istri dalam masa nusyuz itu. Meskipun demikian, nusyuz itu tidak dengan sendirinya memutus ikatan perkawinan.
Allah SWT menetapkan beberapa cara menghadapi kemungkinan nusyuz-nya seorang istri. Sebagaimana dinyatakan dalam firman-NYA:

Artinya:
"…Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar". (Q.S. An-Nisaa: 34)[4]
Ada beberapa perbuatan yang terrmasuk nusyuz yang dilakukan oleh istri antara lain sebagai berikut :
a.    Istri tidak taat kepada suami;
b.    Istri keluar rumah tanpa uzur ataupun izin suami;
c.    Menyakiti suami;
d.   Isteri bersikap kasar terhadap suaminya.
Ada tiga tahapan yang harus dilakukan oleh suami ketika menghadapi istri yang nusyuz:
a.    Memberi nasehat (ketika terdapat tanda-tanda istri akan nusyuz);
b.    Jika tidak memperlihatkan perbaikan maka suami memisah tempat tidurnya;
c.    Jika belum juga memperlihatkan perubahan maka suami boleh memukul istrinya dengan pukulan yang tidak menyakiti atau dalam artian pukulan yang mendidik serta tidak atas dasar kebencian.
2)   Nusyuz Suami kepada Istri
Nusyuz suami mengandung arti pendurhakaan suami kepada Allah karena meninggalkan kewajibannya terhadap istrinya.
Nusyuz suami terjadi bila ia tidak melaksanakan kewajibannya terhadap istri, baik meninggalkan kewajiban yang bersifat materi (nafkah) atau meninggalkan kewajiban yang bersifat nonmateri, di antaranya menggauli istri dengan baik dalam arti luas yaitu segala sesuatu yang dapat disebut menggauli istri dengan cara buruk, seperti berlaku kasar, menyakiti fisik dan mental istri, tidak melakukan hubungan badaniyah dan tindakan lain yang bertentangan dengan asas pergaulan baik. Adapun tindakan istri bila menemukan pada suaminya sifat nusyuz, dijelaskan Allah dalam surat An-Nisaa: 128:
Artinya:
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ada dua hal yang mendorong suami dan istri mengadakan negosiasi dan perdamaian dalam ayat tersebut.
Pertama, suami nusyuz sebagaimana telah dijelaskan dengan sifat-sifat tersebut di atas.
Kedua, I'radh yaitu suami berpaling dari istrinya dalam arti mulai tidak senang kepada istrinya.
Ada beberapa perbuatan yang terrmasuk nusyuz yang dilakukan oleh suami antara lain sebagai berikut:
a.    Suami tidak bertanggung jawab terhadap istri ataupun keluarga
b.    Suami memukul istri tanpa sebab yang jelas ataupun melampauinya
c.    Suami melibatkan diri pada maksiat
Apabila kemelut keluarga diakibatkan oleh suami, maka istri harus mempunyai strategi yang handal dalam meluluhkan nusyuz suami. Menurut Ghanim, cara untuk mengatasi nusyuz suami yaitu dengan cara membaikinya. Misalnya, dilakukan dengan mengurangi tuntutan-tuntutan material atau hal-hal lain yang menjadi hak dari suaminya. Sebab, kebanyakan yang menjadi penyebab kejengkelan dan kesulitan seorang suami adalah tingginya tuntutan istri terhadap hal-hal yang tidak mungkin diupayakan (diluar jangkauan) oleh sang suami. Hal ini adalah salah satu bentuk pengorbanan sang istri untuk menjaga keutuhan keluarganya. Jika dia telah berusaha kearah sana, maka tidak ada dosa baginya. Akan tetapi jika dia memilih pisah dari suami tanpa ada upaya untuk berkorban, berarti dia telah melakukan suatu kesalahan. Padahal damai adalah jalan yang paling baik. Demikian juga, sang suami pun dituntut untuk bisa menjembatani jurang kesenjangan antara keduanya.
Adapun yang dimaksud dengan shulh sebagai suatu solusi sebagaimana disebutkan dalam ayat itu adalah perundingan yang membawa pada perdamaian, sehingga suami tidak sampai menceraikan istrinya, di antaranya dengan ketersediaan istri untuk dikurangi hak materi dalam hal nafkah atau kewajiban nonmateri dalam arti ketersediaan untuk memberikan giliran bermalamnya untuk digunakan suami kepada istrinya yang lain. Cara inipun termasuk salah satu langkah untuk menghindari terjadinya perceraian.[5]
Menurut Hakim dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam, cara untuk mengatasi nusyuz adalah dengan mengadakan perundingan antara suami istri untuk membereskan serta menghilangkan kesalahpahaman dan memecahkan masalah tersebut bersama. Usaha ini menurut islam disebut dengan istilah ishlah, yaitu upaya perdamaian yang diusahakan oleh kedua belah pihak. Upaya ishlah ini diwujudkan dalam bentuk musyawarah. Dengan musyawarah serta keinginan yang baik, maka tidak ada masalah yang sulit yang tidak dapat dipecahkan.
Jika usaha-usaha tersebut tidak mampu untuk bisa mengokohkan hubungan keduanya, maka thalaq adalah jalan baik. Islam tidak ingin membelenggu perkawinan dengan rantai dan tali-tali yang menyulitkan. Akan tetapi islam juga mengikatnya dengan cinta kasih dan pertolongan. Firman allah SWT dalam Q.S An-nisaa: 130,
وَإِن يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللهُ كُلاًّ مِّن سَعَتِهِ وَكَانَ اللهُ وَاسِعًا حَكِيمًا
Artinya :
“jika keduanya bercerai, maka allah SWT akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunianya. Dan adalah Maha Luas ( Karunia-Nya ) lagi Maha Bijaksana".
B.       SYIQAQ
1.         Pengertian Syiqaq
Syiqaq mengandung arti pertengkaran, kata ini biasanya dihubungkan kepada suami istri sehingga berarti pertengkaran yang terjadi antara suami-istri yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh keduanya.[6]
Bila salah satu pihak dari pasangan suami-istri itu bersifat buruk, atau salah satunya bersikap kejam kepada yang lainnya, atau seperti yang kadang kala terjadi, mereka tak dapat hidup rukun dalam satu keluarga. Maka dalam kasus ini syiqaq lebih mungkin terjadi, namun ia tetap akan tergantung pada kedua belah pihak, apakah mereka akan memutuskannya ataukah tidak. Perceraian akan selalu terjadi bila salah satu pihak merasa mustahil untuk mempertahankan ikatan perkawinan itu dan terpaksa memutuskannya.
2.         Sebab-sebab timbulnya Syiqaq
Syiqaq timbul bila suami atau istri atau keduanya tidak melaksanakan kewajiban yang mesti dipikulnya. Bila terjadi konflik keluarga seperti ini Allah SWT memberi petunjuk untuk menyelesaikannya. Firman Allah dalam surat An-Nisaa: 35:
Artinya:
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Memperhatikan.
Adapula kemungkinan timbulnya kasus dimana suami dipenjarakan seumur hidup dalam jangka waktu yang lama, atau dia hilang dan tidak diperoleh kabar apapun tentangnya, sehingga tak mampu memberi nafkah pada istrinya, maka dalam keadaan demikian dapat terjadi syiqaq kalau istri menginginkan perceraian.
3.         Fungsi Hakamain dalam Kasus Syiqaq
Hakam yang dimaksud dalam ayat di atas adalah orang bijak yang dapat menjadi penengah dalam menghadapi konflik keluarga tersebut. Namun ada perbedaan pendapat diantara para ulama’ mengenai hakam:
Pertama, Imam Abu Hanifah, sebagian pengikut imam Hambali dan Qoul Qodim Imam Syafi’i hakam berarti wakil, dimana hakam di sini dari pihak suami ataupun dari pihak istri tidak dapat menjatuhkan talak sebelum mendapatkan persetujuan dari suami atau istri.
Kedua, Imam Malik, sebagian pengikut imam Hambali dan qoul jadid imam Syafi’i hakam adalah hakim. Dan disini berhubung hakam berarti hakim maka hakam boleh memberi keputusan sesuai dengan pendapat keduanya tentang hubungan antara suami dan istri, apakah akan memberi keputusan perceraian atau menasehati agar dapat damai kembali.

Sayarat-syarat hakamain:
1.    Laki-laki
2.    Muslim
3.    Berakal
4.    Berlaku Adil diantara kedua belah pihak
5.    Cukup mengetahui informasi permasalahan keluarga yang didamaikan
6.    Disegani oleh kedua belah pihak[7]
Secara kronologis ibnu Qudamah menjelaskan langkah-langkah dalam menghadapi konflik tersebut, sebagai berikut:
Pertama, hakim mempelajari dan meneliti sebab-sebab terjadinya konflik tersebut. Bila penyebabnya adalah karena nusyuznya istri, ditempuh jalan penyelesaian sebagaimana kasus nusyuz tersebut di atas. Bila ternyata sebab konflik dari nusyuznya suami, maka hakim mencari seorang yang disegani oleh suami untuk menasehatinya agar tidak berbuat kekerasan terhadap istrinya. Kalau sebab konflik timbul dari keduanya dan keduanya saling menuduh dan tidak ada yang  mau mengalah, hakim mencari seorang yang berwibawa untuk menasehati keduanya.
Kedua, bila langkah-langkah tersebut tidak mendatangkan hasil dan ternyata pertengkaran kedua belah pihak semakin menjadi, maka masalah tersebut diserahkan pada pengadilan agama.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Nusyuz adalah tindakan istri yang dapat ditafsirkan menentang atau membandel atas kehendak suami. Tentu saja kehendak suami yang tidak bertentangan dengan hukum agama. Apabila kehendak suami bertentangan atau tidak dapat dibenarkan oleh agama, maka istri berhak menolak. Dan penolakan tersebut bukanlah syat nusyuz ( durhaka ).
Tindakan yang harus dilakukan suami terhadap istri yang durhaka yaitu:
a.    Memberi nasehat (ketika terdapat tanda-tanda istri akan nusyuz);
b.    Jika tidak memperlihatkan perbaikan maka suami memisah tempat tidurnya;
c.    Jika belum juga memperlihatkan perubahan maka suami boleh memukul istrinya dengan pukulan yang tidak menyakiti atau dalam artian pukulan yang mendidik serta tidak atas dasar kebencian.
Syiqaq mengandung arti pertengkaran, kata ini biasanya dihubungkan kepada suami istri sehingga berarti pertengkaran yang terjadi antara suami-istri yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh keduanya.
Sebab-sebab timbulnya syiqaq yaitu diantaranya:
·      Syiqaq timbul bila suami atau istri atau keduanya tidak melaksanakan kewajiban yang mesti dipikulnya.
·      Karena suami dipenjarakan seumur hidup sehingga tidak mampu memberi nafkah kepada istrinya.
·      Apabila suami menghilang dan tidak ada kabar tentang dirinya.
Hakamain adalah orang bijak yang dapat menjadi penengah dalam menghadapi konflik keluarga tersebut.


[1] Amir Syariffuddin, Hukum Perkawinan Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2006), Hal. 190
[2] Al-Ghozi Muhammad bin Qosim, Fathul Qorib Mujib (Jakarta: Darul Kitab Al-Islamiyah, 2003), Hal. 108
[3] Abu Amar Imron,  Terjemahan Fathul Qorib jilid II (Kudus: Menara Kudus, 1995), Hal. 49
[4] Ibid, Hal. 190-191
[5] Ibid, Hal. 193
[6] Ibid, Hal. 194
[7] http:\\ nuzuz-syiqoq dan-fungsi-hakamain.html