Jan 27, 2014

HUKUM PERSEORANGAN DAN HUKUM KEKELUARGAAN




HUKUM PERSEORANGAN DAN HUKUM KEKELUARGAAN

A.      KETURUNAN
Di Indonesia dikenal 3 macam sistem keturunan:
1.    Masyarakat keibuan (matrilineal), misalnya Minangkabau (masyarakat yang menarik garis keturunan ibu).
2.    Masyarakat kebapakan (patrilineal), misalnya Batak (masyarakat yang menarik  garis keturunan bapak).
3.    Masyarakat bilateral atau parental, terbagai dalam dua kategori ;
a.         Bilateral seperti di Jawa, yaitu bilateral yang terhimpum dalam kesatuan-kesatuan kecil yaitu keluarga.
b.         Bilateral seperti di Kalimantan / Dayak, yaitu sistem bilateral yang terhimpun dalam unit-unit besar terdiri dari 12 sampai 20 keluarga di dalam suatu rumah besar, disebut tribe, rumpun atau kelompok.
1.      Sistem keturunan dalam masyarakat keibuan
Masyarakat keibuan (matrilineal) adalah suatu sistem kemasyarakatan di mana seseorang menarik garis keturunan melalui ibu, terus ke atas ke ibu dari ibu dan seterusnya sehingga berakhir pada suatu kepercayaan bahwa ada seorang ibu asal.
Jadi di Minangkabau yang berkuasa di lapangan sosial yang penting ada dua, yaitu di lapangan hak milik dan soal-soal keluarga. Yang berperan penting adalah ibu.

2.      Sistem keturunan masyarakat dengan garis keturunan bapak
Masyarakat dengan garis keturunan bapak (patrilineal) adalah sistem kekeluargaan dengan para anggota masyarakat hukum dengan menarik garis keturunan secara konsekuen melalui garis laki-laki atau bapak. Sistem perkawinan adalah eksogami jujur.
Masyarakat kebapakan adalah suatu masyarakat yang terbagi ke dalam klan-klan kebapakan, yang anggota-anggotanya menarik garis keturunan secara konsekwen dan berdasar pandangan yang bersifat religious magis melalui garis keturunan ayah atau laki-laki.
3.      Sistem keturunan dalam masyarakat keibu-bapakan
Masyarakat keibu-bapakan yaitu masyarakat yang menarik garis dari ibu dan dari bapak, dari kedua garis tersebut sama nilai dan derajatnya. Dalam hukum adat dikenal dua sistem masyarakat parental atau bilateral, yaitu:


a.         Masyarakat bilateral di Jawa
Adalah berdasarkan keluarga / gezin, yaitu suatu unit terkecil yang dalam keseluruhannya merupakan sebuah desa. Sistem perkawinannya bersifat bebas, dalam arti orang boleh kawin dengan siapa saja sepanjang hal itu sesuai dengan tata kesusilaan setempat dan agama.
b.         Masyarakat bilateral di Kalimantan (borneo)
Masyarakat keibu-bapakan di Kalimantan adalah masyarakat Dayak yang banyak macam sukunya, sebagian mereka masih hidup primitif dan nomadis.


B.       Hubungan Anak Dengan Orang Tua Dan Kerabat
Istilah orang tua dalam arti sempit yaitu sebagai orang tua suami istri, yaitu ibu dan ayah dari anak-anak. Dan dalam arti luas mencakup saudara-saudara sekandung ayah dari garis keturunan ayah, atau saudara sekandung ibu dari garis keturunan ibu, yang ikut bertanggung jawab terhadap anak kemenakan. Jadi, mengenai sejauh mana kedudukan suami-istri sebagai orang tua harus dilihat dari susunan masyarakat kekerabatan yang bersangkutan.
Suami-istri sebagai orang tua memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat (Pasal 30 UU nomor 1 tahun 1974) tidak saja dari susunan masyarakat yang bersendi kehidupan somah (dalam satu rumah) tetapi juga yang bersendi kehidupan rumah besar (terdiri dari beberapa keluarga).
Orang tua sebagai suami istri memikul kewajiban luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat baik yang bersendi kehidupan somah maupun yang bersendi kehidupan rumah besar.
Dalam lingkungan masyarakat adat kebapakan atau juga keibuan, jika orang tua tidak dapat mengurus kehidupan anak-anaknya atau melalaikan tanggung jawabnya memelihara dan mendidik anak- anaknya, maka tanggung jawab itu beralih dengan sendirinya kepada paman-paman saudara laki-laki dari ayah. Apabila ini tidak mungkin, maka pertanggungan jawab dapat beralih kepada paman-paman saudara laki-laki sekakek dan begitu juga seterusnya.


C.      Memelihara Dan Mengangkat Anak Dari Keluarga Atau Dari Orang Lain
1.         Pemeliharaan Anak
Apabila di dalam keluarga salah satu dari kedua orang tuanya sudah meninggal dunia, maka yang lain berkewajiban meneruskan mendidik anak-anaknya sampai dewasa. Apabila kedua orang tuanya sudah meninggal dunia, maka wajiblah sanak saudaranya yang terdekatnya yang berkesempatan paling baik untuk memelihara anak-anak piatu itu.
Bila kedua orang tua meninggal, maka kekuasaan atas anak-anak baik pemeliharaan dirinya maupun barang-barangnya, berpindah kepada kepala-kepala kerabat atau tetua-tetua kerabat yang sudah menguasai keluarga itu sekuruhny (berhubungan dengan pernikahan orang tuanya).
2.         Pengambilan anak atau pengangkatan anak
Memungut seorang anak dari luar kerabat yang menyebabkan anak tersebut memiliki status sosial, seperti sanak saudara biologis, adalah biasa dilakukan di nusantara ini. Pada kasus ini anak dilepaskan dari lingkungan lamanya dengan diberikan penggantinya berupa benda-benda berkhasiat. Alasan tindakan ini bisa berupa kekhawatiran akan punahnya keturunan orang yang mengambil anak itu sehingga kedudukan anak pungut sepenuhnya menduduki kedudukan anak kandung dan si anak lepas dari kekerabatan sanak saudaranya semula. Pengambilan anak tersebut dilaksanakan dengan upacara-upacara oleh penghulu-penghulu adat.
Di Jawa, anak angkat tetap berhak terhadap warisan orang tua kandungnya. Memungut anak perempuan bisa juga bertujuan untuk memberi kesempatan kepada seseorang anak laki-laki agar dapat menempuh perkawinan dengan anak-anak saudara secara bertimbal balik seperti yang diharapkan.


D.      Akibat Hukum dan Tujuan Pengangkatan Anak
Akibat hukum dari pengangkatan anak adalah bahwa kedudukan anak angkat menjadi sama sebagaimana kedudukan anak kandung. Ia akan menjadi penerus dan pewaris selanjutnya dari orang tua angkatnya. Anak angkat itu tidak lagi mewaris dari orang tua kandungnya, kecuali apabila orang tua kandungnya tidak mempunyai anak laki-laki, sehingga si anak menjadi penerus dan pewaris dari ayah bersaudara.
Di daerah Sumatra Selatan atau Lampung pesisir, keluarga yang hanya mempunyai anak lelaki, dapat mengangkat anak wanita orang lain dengan tujuan untuk dijadikan penerus dan pewaris orang tua angkatnya.
Di daerah Rajeng, Bengkulu, anak tiri bawaan istri dapat menjadi anak angkat dari suami dengan tujuan agar si anak dapat menjadi penerus dan pewaris dari ayah tirinya itu. Akan tetapi pengangkatan anak yang demikian itu baru ditetapkan kemudian setelah si ayah tirinya meninggal dunia.
Di tanah Batak terdapat pengangkatan anak untuk sekedar menjadi warga adat, sehari-harinya tidak berakibat anak angkat mendapat harta warisan dari orang tua angkat. Anak itu hanya mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagaimana warga adat yang lainnya.
Sejenis dengan itudikenal dengan istilah anak akuan, anak pungut, atau anak pupon, yaitu anak orang lain yang diakui oleh orang tua yang mengakui karena merasa belas kasihan atau juga dikarenakan adanya keinginan untuk mendapatkan tenaga kerja yang tanpa harus membayar upah.
Anak titipan adalah anak yang diserahkan kepada orang lain untuk dipelihara, sehingga orang yang menerima titipan merasa berkewajiban untuk memelihara anak itu.
Hubungan hukum antara anak dengan orang tua yang menitipkan tidak berubah. Dan sudah barang tentu status hukumnya tetap menjadi waris dari orang tua kandungnya itu. Hanya saja orang yang dititipi akan meminta ganti rugi atau penggantian biaya atas pemeliharaan itu.